Gw setuju dengan pendapat di bawah ini dari bang Anggara:
Sekali lagi UU ITE secara umum menurut
saya adalah UU yang cukup maju dan menunjukkan usaha dari bangsa Indonesia
untuk memproduksi aturan yang terkait dengan informasi yang beredar di dunia
maya, namun UU ini juga dicederai dengan semangat anti hak asasi manusia
terutama untuk membatasi kebebasan berpendapat dan juga kebebasan berekspresi.
Kenapa, saya akan jelaskan alasannya dibawah ini
Soal Kesusilaan
Dalam UU ITE ini tidak jelas,
kepentingan apa yang hendak dilindungi, saya sepakat bahwa materi pornografi
haruslah diatur distribusinya sehingga dapat secara maksimal melindungi
anak-anak dari serangan pornografi. Akan tetapi, malah melakukan generalisasi
dengan menyamakan orang dewasa dan juga anak-anak. Buat saya, orang dewasa,
harusnya tidaklah dilarang untuk mengakses materi-materi yang bersifat
pornografi, karena dia dianggap sudah mampu secara hukum untuk memahami
bagaimana akibat yang mampu ditimbulkan karena mengakses materi pornografi.
Selain itu, pengaturan pornografi ini
saya indikasikan akan menjadi sapu jagat, yang kena tidak hanya penyedia konten
pornografi, tetapi juga orang yang berusaha menampilkan dalam sebuah postingan
demi kelengkapan opini yang hendak ditulisnya baik berupa taut maupun gambar
yang sudah diblur.
Lagipula, apasih batasan dan definisi
dari pornografi dalam hukum, saya belum pernah mendengar dari berbagai putusan
pengadilan di Indonesia yang memberikan definisi (bahkan yang paling kabur)
tentang pornografi dan/atau kesusilaan
Soal Pencemaran Nama Baik
Lagi-lagi UU ini mencerminkan wataknya
yang hendak memberangus kebebasan berpendapat. Dalam hukum Internasional,
reputasi dan nama baik seseorang itu patut untuk dijaga dan dihormati, dan saya
sepakat dengan itu. Namun, pada kenyataannya, ketentuan pencemaran nama baik,
baik yang saat ini terdapat dalam KUHP ataupun UU Penyiaran, lebih banyak
digunakan oleh pejabat negara atau tokoh masyarakat dan bukan oleh masyarakat
kebanyakan.
Ada pendapat, bahwa opini tidak
bisa dipidana, yang dapat dipidana jika tulisan tersebut bersifat fakta yang
salah dan/atau keliru. Namun, pada prakteknya, baik tulisan yang bersifat opini
ataupun faktapun terkena tindak pidana pencemaran nama baik
Fakta yang keliru yang dituliskan dengan
niat jahat itu lebih merupakan kabar bohong yang berakibat pada adanya
pencemaran nama baik, tetapi sekali lagi ada unsur niat jahat disana dan
penyebaran kabar bohong.
Lalu, kalau opini dan penulisan fakta
yang keliru karena kesalahan klerikal, haruskah dipidana dengan pencemaran nama
baik? Ini yang jadi pokok masalah. Dalam doktrin hukum pencemaran nama baik di
Indonesia tidak dikenal doktrin truth as a defense, yang terjadi malah seorang
pelacur berhak untuk merasa tercemar nama baiknya bila diteriaki sebagai
pelacur.
Dan, sekali lagi, saya belum pernah
menemukan definisi hukum dari putusan pengadilan di Indonesia tentang apa yang
disebut penghinaan dan/atau pencemaran nama baik itu termasuk juga kabar
bohong, bahkan di putusan pidana yang menyangkut Pemimpin Redaksi Majalah
Tempo, Bambang Harymurti itu.
Soal Penyebaran Kebencian
Dalam batas-batas tertentu, penyebaran
kebencian haruslah dilarang, namun harus rumusan yang tegas yang jelas terutama
bila menimbulkan rasa permusuhan yang diikuti dengan serangan terhadap orang
dan/atau sekelompok orang karena perbedaan suku, agama, ras, dan status sosial.
Namun, rumusan pasal ini sangat karet,
dan siapa yang berpotensi terkena? Saya coba memberikan ilustrasi sederhana dan
actual kepada anda sebagai contoh, MUI telah memberikan fatwa sesat kepada
kelompok Ahmadiyah yang berakibat terjadinya serangan terhadap keamanan jiwa
dan benda dari anggota kelompok Ahmadiyah tersebut. Menurut anda apakah ini
termasuk penyebaran kebencian, sebagai dimaksud dalam UU ITE ini? Jika iya,
apakah mungkin MUI akan menghadapi proses hukum karena pemberlakukan ketentuan
UU ITE ini?
Bagaimana kalau sebaliknya, kelompok
Ahmadiyah memberikan label sesat kepada MUI dan sangat mungkin tidak akan
terjadi serangan yang mengancam keamanan jiwa dan harta benda dari Pengurus MUI
maupun dari MUInya. Menurut anda apakah ini termasuk penyebaran kebencian,
sebagai dimaksud dalam UU ITE ini? Jika iya, apakah mungkin kelompok Ahmadiyah
akan menghadapi proses hukum karena pemberlakukan ketentuan UU ITE ini?
Saya akui agak sulit merumuskan dengan
batasan-batasan yang jelas tentang penyebaran kebencian ini dan ini sangat
berpotensi menimbulkan diskriminasi hukum dan juga ketidakpastian hukum karena
sangat tergantung pada tafsir sepihak.
Harus diakui, dalam UU ITE ini tidak ada
ketentuan tentang penyebaran kebencian terhadap pemerintah, meski dugaan saya,
dalam draft awalnya bisa jadi ada ketentuan penyebaran kebencian terhadap
pemerintah seperti pada Pasal 154 dan Pasal 155 KUHP yang telah dinyatakan
bertentangan dengan UUD oleh MK.
Posisi Saya
Posisi saya pribadi, tetap menolak UU
yang sangat represif ini, meski ada juga hal-hal baik yang harus diapresiasi,
dalam hal ini saya “conditionally against this law”. Saya serahkan pada
anda semua, apakah akan menolak atau mendukung UU ITE ini.
=======================================
Dan ini menurut gw.
Setelah gw baca baca dengan teliti, UU ITE benar benar mengekang kita untuk
bebas berselanjar dengan di dunia global internet. Berbeda dengan Manifesto
BINUHACKER yang kita bisa berselancar bebas..
Dengan adanya UU ITE ini membuat orang orang makin takut serta was was,
semua semua di awasin. Iya klo yang jaga bener. Klo gak bener?? Ya gitu deh..
Cape deh.. Hehe..
Apalagi klo orang yang gak tahu tentang UU ITE ini. Mampus dah..
Emang tujuan negara demi kemajuan bersama.. Ya tapi apa boleh buat, kita harus
mematuhinya. By the why, dont forget.. We are free & feel your freedom..
“ILMU ITU TANPAS BATAS – BELAJARLAH DI DUNIA INTERNET TANPA UU-ITE“









0 komentar:
Posting Komentar